Minggu, 26 Juni 2011

Gaji PNS dan belanja aparatur jadi beban APBN dan APBD

Beban gaji PNS dan belanja aparatur yang sangat besar dalam APBN maupun APBD sangat membebani keuangan negara. Hal tersebut menjadikan Kementrian Keuangan menginginkan perlu dilakukannya pengurangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Langkah yang akan dilakukan oleh Kementrian Keuangan tersebut mendapatkanp erhatian dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi.

Dalam Jumpa pers di Jakarta Jumat (24.6), Deputi Bidang Aparatur Kemenpan, Ramli Neibaho, mengatakan "Pada prinsipnya makin banyak PNS, makin banyak membebani APBN, karena PNS pasti mendapatkan gaji,"

"Tetapi sebaliknya penambahan aparatur akan menghasilkan pendapatan keuangan yang besar jika seluruh aparatur bekerja maksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya. Ini akan mendorong peningkatan pendapatan APBN/APBD." tambahnya.

"Seperti, jika aparatur bekerja dengan maksimal memberikan pelayanan yang baik, maka masyarakat senang dan terdorong untuk membayar pajak, investor akan mudah masuk dan sebagainya, yang pada akhirnya jelas meningkatkan penerimaan negara dari sisi keuangan, sehingga keberadaan PNS tidak menjadi beban negara," ujarnya.
Namun karena selama ini keberadaan PNS masih banyak dipandang kurang maksimal sesuai tupoksi-nya, ditambah beban belanja pegawai yang begitu besar, sehingga tidak heran ada permintaan dilakukan peninjauan untuk mengurangi jumlah PNS.

Saat ini kata Ramli, patokan pemerintah dalam penerimaan PNS yakni berdasarkan kemampuan keuangan negara, karena posisi keuangan negara kita terbatas, maka pemerintah dalam hal penerimaan PNS mengambil prinsip tidak menambah pegawai. Tetapi dengan mengantikan posisi PNS yang yang pensiun, meninggal dunia, keluar, pensiun dini, dipecat (diberhentikan). Sehingga melalui upaya ini maka pemerintah dapat mengurangi besarnya belanja pegawai yang dikeluarkan pemerintah dalam APBN/APBD.

Ditambahkannya, mengenai permintaan pengurangan jumlah PNS, hal itu sudah diatur dalam PP 32. Yaitu, kebijakan pengangkatan PNS telah diberikan sepenuhnya kepada pimpinan instansi masing-masing. Apabila ada suatu organisasi yang dianggap tidak layak, maka pegawainya harus bisa disalurkan kepada pekerjaan yang layak.
"Kalau misalkan instansi itu kelebihan pegawai maka kelebihan itu harus dipindahkan ke instansi yang masih kurang, Kalau instansi itu sudah penuh, yang kelebihan harus lapor ke Menpan, kemudian Menpan akan meyalurkan menyalurkan ke instansi yang terkait yang membutuhkan," sebutnya.

Disebutkannya, ada beberapa faktor mengapa desakan pengurangan PNS muncul, yakni karena sistem saat ini telah berbeda pada saat lalu, yakni saat ini telah lahir aparatur yang multi skill. Sementara dahulu masih mono skill. "Dulu ada yang tukang ketik, tukang baca, tukang nomor, tukang edit, tukang mengadakan. Sekarang dengan adanya komputer, orang bisa mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus," sebutnya.

Apalagi dengan hadirnya internet dan alat komunikasi yang serba cepat, sehingga memungkinkan kerja-kerja aparatur itu dilakukan hanya beberapa orang saja, yang dulunya mungkin banyak melibat orang.

Pihaknya saat ini tengah mempertimbangkan permintaan dari Menkeu untuk pengurangi jumlah PNS atau mendorong PNS lebih cepat pensiun dini. Meski berdasarkan perhitungan, secara nasional kita belum kelebihan PNS. Disebutkannya, disejumlah negara jumlah PNS juga bervarisi jumlahnya, seperti di Singapura jumlah PNS-nya mencapai tiga persen dari total penduduknya.

Untuk Indonesia, kata Ramli jumlah PNS yang ada saat ini baru dua persen lebih dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 237 juta jiwa. "Menteri mengharapkan secara nasional jumlah PNS sebanyak 2,5 persen dari total jumlah penduduk," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar