Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar Sidang kelima citizen lawsuit (gugatan warga negara) dengan agenda mendengarkan tanggapan dari pihak tergugat yang diajukan oleh Komite Aksi Pekerja Rumah Tangga kepada pemerintah dan DPR RI.
Lita Anggraeni, koordinator JALA PRT, di Pengadilan Negeri Jakarta mengatakan "Hari ini kami akan mendengarkan tanggapan tergugat yang lain, karena pada sidang kemarin yang datang hanya kuasa hukum dari Presiden saja,"
Sebelum sidang dimulai sebanyak tiga orang PRT, menyindir SBY dengan menggelar aksi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di ILO, Jenewa dan proses hukum pancung Ruyati di depan lobi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Lita, dia bersama rekannya hanya ingin menyampaikan hak-hak PRT Migran dan berusaha mewujudkan kerja layak. "Pernyataan yang ironi dengan realitas situasi tidak layak PRT di dalam negeri ataupun di luar negeri," ujarnya.
Lita menambahkan, kebohongan pemerintah terhadap publik ini terkuak karena tiga hari setelah pidato tergugat I di Jenewa, masyarakat diguncang dengan derita Ruyati. "Ini tragis sekali," tegas Lita.
Syamsul Bachri, kuasa hukum Presiden, melalui dokumen yang disampaikan saat persidangan 15 Juni 2011 lalu, pemerintah meminta agar majelis hakim menolak gugatan para penggugat. "Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,"
Syamsul Bachri, mengatakan Pemerintah menilai ada beberapa alasan yang membuat pemerintah meminta hakim menolak gugatan tersebut. Pertama, bentuk gugatan 162 PRT merupakan gugatan warga negara. Sementara, sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya gugatan warga negara. Kedua, para penggugat dinilai tidak mempunyai kedudukan hukum. Sebab, tidak ada kerugian riil yang dialami penggugat sehingga penggugat mengajukan gugatan.
Seperti diketahui, sebanyak 162 WNI yang tergabung dalam komite aksi pekerja rumah tangga mengajukan gugatan kepada pemerintah dan DPR RI, pada 5 April 2011, .
Menurut mereka, Negara gagal dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga, domestik maupun migran. Sebagai pihak tergugat adalah Presiden RI, Wapres, Menlu, Menkumham, BNP2TKI, dan DPR RI. mereka minta agar pihak tergugat membuat peraturan UU yang melindungi pembantu rumah tangga dan pekerja migran.
Sebelum sidang dimulai sebanyak tiga orang PRT, menyindir SBY dengan menggelar aksi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di ILO, Jenewa dan proses hukum pancung Ruyati di depan lobi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Lita, dia bersama rekannya hanya ingin menyampaikan hak-hak PRT Migran dan berusaha mewujudkan kerja layak. "Pernyataan yang ironi dengan realitas situasi tidak layak PRT di dalam negeri ataupun di luar negeri," ujarnya.
Lita menambahkan, kebohongan pemerintah terhadap publik ini terkuak karena tiga hari setelah pidato tergugat I di Jenewa, masyarakat diguncang dengan derita Ruyati. "Ini tragis sekali," tegas Lita.
Syamsul Bachri, kuasa hukum Presiden, melalui dokumen yang disampaikan saat persidangan 15 Juni 2011 lalu, pemerintah meminta agar majelis hakim menolak gugatan para penggugat. "Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,"
Syamsul Bachri, mengatakan Pemerintah menilai ada beberapa alasan yang membuat pemerintah meminta hakim menolak gugatan tersebut. Pertama, bentuk gugatan 162 PRT merupakan gugatan warga negara. Sementara, sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya gugatan warga negara. Kedua, para penggugat dinilai tidak mempunyai kedudukan hukum. Sebab, tidak ada kerugian riil yang dialami penggugat sehingga penggugat mengajukan gugatan.
Seperti diketahui, sebanyak 162 WNI yang tergabung dalam komite aksi pekerja rumah tangga mengajukan gugatan kepada pemerintah dan DPR RI, pada 5 April 2011, .
Menurut mereka, Negara gagal dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga, domestik maupun migran. Sebagai pihak tergugat adalah Presiden RI, Wapres, Menlu, Menkumham, BNP2TKI, dan DPR RI. mereka minta agar pihak tergugat membuat peraturan UU yang melindungi pembantu rumah tangga dan pekerja migran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar